Rabu, 26 April 2017

KANGEN MENCRET ( MISS U ) KOK MALAH BEBELAN !!!

Oleh : Robbi Nurhidayah

tiga hari sudah aku tidak melihatmu
ada rasa rindu dan ada rasa cemas
tiga hari sudah aku tidak melihatmu
ada rasa khawatir berlebih padamu, ooohhh duhai taikku

warnamu yang kehitaman membuaku takut
ragamu yang begitu keras membuatku sakit
kenapa keluarnya sedikit-sedikit
padahal minggu lalu kamu keluar begitu banyaknya, sampai aku pun kelelahan

aku bersedia meluangkan waktuku untuk berjumpa denganmu
aku rela sakit untuk bertemu denganmu
walau badai menghadang, walau karang menopang
aku tak perduli, kumau mencret sekali lagi

mencret, menantimu di ujung gelapnya fajar, daun-daun terdengar berdesahan
aku tidak ingin mengulangi kesalahan, kini telah aku siapkan air yang banyak untuk menyambutmu
agar kau tidak lagi menempel di antara kakiku
miss u mencret

pepaya, dulcolax, dan semua jenis obat pencahar aku minum
agar kau mau hadir lagi dalam hidupku, duhai mencret
bebelan ini kian menyiksaku
aku butuh hadirmu, ooohhh mencretku

semoga kamu bahagia dengan yang lain
mencret....... !!!

AGUSTIEN SYAHPUTRI

AGUSTIEN SYAHPUTRI

























AKU TAK BISA, MEMAHAMI !!!

Sabtu, 15 April 2017

CINCIN DI JARI MANISMU ADALAH SEPI DAN LUKAKU

CINCIN DI JARI MANISMU ADALAH SEPI DAN LUKAKU

OLEH : Robbi Nurhidayah

bulan hilangkan cahayanya,
malam jadi gelap segelap perasaan ini
bulan hilangkan cahayanya,
gelapnya malam sejati, sesejati hati ini menunggu

jika suatu hari nanti kita bersua
pastilah nanti kita berpisah
sebab apa,
sebab hatimu tidak inginkanku

terlalu sering aku bayangkan
dan teramat indah aku impikan
hari-hari yang akan aku lalui, diindahkan oleh senyummu tiap pagi menyapa aku dengan lembut
sambil kau alunkan suara lembutmu seraya berkata, ini sarapan untukmu mas

tapi itu hanya mimpi hanya bayang  semu
karena nyatanya kini kau indahkan dirimu dengan cincin pertunanganmu dengan lelaki lain
indahnya dirimu duhai dinda, namun sakitkan aku hingga aku tertusuk oleh bayang dan impian
aku luka pada kesepian

cincin yang tersemat dijari manismu
menandakan kau tidak pantas untuk aku impikan dan tak boleh lagi aku bayangkan
impian dan bayangan itu terus menusukku, menusuk terus sampai tubuhku terkulai tak berdaya
lalu aku mati, dikubur di sebuah desa kecil, dikubur di bawah nisan tanpa nama

sepi, sendiri, hati terluka melihat senyum bahagiamu
aku benci !!!!!
aku benci seperti ini, apakah tidak ada kesempatan bagi seonggok daging ini
kalau ada kesempatan, biar aku perbaiki lagi

cincin yang tersemat di jari manismu
mencekik leherku hingga memutus tenggorokanku
cincin yang tersemat di jari manismu
mengikatkan aku pada sebuah pohon harapan, dan harapan itu sendiri berada di puncaknya

aku tidak bisa bilang tidak mencintaimu
aku tidak bisa bilang tidak menyayangimu
aku tidak bisa bilang tidak menginginkanmu
aku tidak bisa bilang, TIDAK !!!!

kau ajak aku terbang kau ajak aku berlari
kau jatuhkan aku ke bawah kau jegal kakiku dengan keras
kau, kau tidak akan pernah tau isi hati ini
karena kau hanya memberikan harapan kepadaku namun tidak memberiku kesempatan

cincin di jari manismu
melambangkan kebahagiaan sekaligus luka
cincin di jari manismu
adalah luka dan sepi diriku

BERAKKU


Minggu, 26 Maret 2017

Pramuka di Ujung Senja

PRAMUKA di UJUNG SENJA
(Semuanya akan menghilang)
Oleh : Robbi Nurhidayah
Naskah Monolog

Dimulai dengan menyanyikan sebuah lagu pramuka.
Dari sebuah bilik kecil yang gelap, terdengar samar-samar derap langkah sepatu pantofel, seketika derap langkah itu menghilang seolah ditelan sunyi dan berganti menjadi suara tegas seorang pria yang sedang merapikan barisan anak didiknya. Lalu terdengar kembali suara derap langkah yang semakin lama semakin keras terdengar, lalu seorang pria dewasa masuk  di sebuah kamar yang gelap, pria dewasa itu masuk sambil memperkenalkan dirinya.
 “saya Andika Wiyana”
sambil dihidupkannya lampu pijar yang cahayanya temaram.
“saya sudah lama menjadi seorang pramuka”
sekita lampu menjadi lebih terang, dan terlihat jelaslah sosok pria tersebut. Lalu ia berjalan ke arah lemari tuanya dan diambilnya kacu dan peci, ia melangkah ke arah sebuah cermin yang dicermin itu tergantung sebuah baju pramuka kusut, lalu pria dewasa itu mengenakan baju pramuka kusut itu, lalu ia bercermin sambil memasang kacu nya kemuadian menggunakan pecinya, menggambarkan sosok Pembina pramuka yang mengayomi anak didiknya penuh dengan kasih sayang.
 “tetapi saya bingung dengan Pramuka sekarang, saya mendidik mentalnya menjadi tangguh tapi lambat laun pasti ini Pramuka akan tenggelam bersama senja”
Pria dewasa itu sudah selesai merapikan bajunya, lalu dia berjalan ke arah tempat tidurnya dan diambil nya sebuah album kenangannya semasa dia pramuka dulu, dia melihatnya sambil tersenyum sinis.
“sungguh berbeda, jamanku pramuka sebagai peserta didik dengan jaman sekarang. Dulu aku dicaci dan ditendang,  mau makan aku harus jalan jongkok, dan habis makan aku lompat kodok, tetapi itu dulu, sekarang aku dibungkam oleh undang-undang, hengh”.
Terdengar suara pintu diketuk,
“siapa”
orang itu tidak menjawab, ditanya lagi
“siapa”
 orang itu masih tetap bungkam.

“jalan jongkok, hengh, ( tertawa sinis )”
pria itu meragakan jalan jongkok, sambil berucap
“pramuka itu, Takwa kepada tuhan yang Maha Esa , Cinta Alam dan kasih sayang sesama manusia , Patriot yang sopan dan ksatria , Patuh dan suka bermusyawarah , Rela menolong dan tabah , Rajin terampil dan gembira , Hemat cermat dan bersahaja , Disiplin berani dan setia , Bertanggup jawab dan dapat dipercaya , Suci dalam pikiran perkataan dan perbuatan”.
Lalu pria itu terduduk sambil meluruskan kakinya yang sakit akibat jalan jongkok,
“sayang, sakit kaki ini berujung sia-sia, saya ajarkan mereka dengan cara lemah lembut, tapi mereka malah mencaci dan menghina saya, kamu ini pembina bodoh, Pembina tolol, tidak punya marwah. Sesungguhnya mereka tidak tahu apa yang ada dalam pikiran saya  untuk menjaga pramuka ini tetap hidup, ya.. jaman memang sudah berbeda”
pria dewasa itu berjalan menuju sebuah  meja berhiaskan lilin dan bunga, lalu ia duduk di sebuah bangku sambil dilihatnya kembali album kenangan itu.
“jaman memang sudah berbeda, pramuka sekarang pramuka gila !!!”.
seketika keadaan menjadi hening
“pramuka yang satu dengan pramuka yang lain berbeda, sangatlah berbeda !!!, jadi, kita tidak bisa menyamakan cara mendidik mereka. Aku sudah lelah menabur benih-benih cinta tanah air kepada mereka, aku lelah !!!. Sampai-sampai yang kutuai adalah, kebobrokan kualitas generasi bangsa, generasi mental tempe, !!! . Apakah aku sebagai Pembina tidak bermutu ??? atau, mereka sudah terbiasa dengan budaya-budaya asing yang masuk ke Indonesia ?? Kacau kalau begitu. Pramuka itu tidak seperti itu, pramuka bukan hanya berbicara soal seragam cokelat dengan baret dan kacu, tetapi Pramuka itu dirimu !!!, ya… Pramuka itu dirimu !!!. Pramuka bukan hanya berbicara tentang organisasi, pramuka juga bisa berbicara tentang individu, jika satu di antara 3 pemuda pemudi Indonesia berhasil menjadi seorang Pramuka yang benar-benar pramuka, bayangkan, betapa hebatnya generasi muda kita yang dididik melalui Pramuka ???, Pramuka bisa menjadi garda terdepan menyelamatkan NKRI, bukan dengan senjata atau bom atom, tetapi dengan 3 janji yang ditepati dan 10 perbuatan yang dilaksanakan !!!!! TRI SATYA dan DASA DHARMA”. 
Pria dewasa itu beranjak dari meja dan kursi itu, berjalan mengarah kesebuah jendela yang mengarah ke luar.
“ lihatlah, pramuka sekarang, pramuka yang sudah menganut modernisasi, Pramuka hanya sebagai ajang gaya dan mencari alasan untuk tidak membantu orang tua di rumah”.
Pria itu beranjak dari jendela itu dan kembali melihat album kenangan itu
“Pramuka di ujung senja”
suasana senyap seolah ditelanjangi sunyi, tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk keras sebanyak 3 kali.
“ siapa itu, masuklah, aku tidak akan marah padamu, masuk”
tetapi orang yang mengetuk pintu itu tetap diam dan hanya diam.
“SIAPA ITU, MASUKLAH, AKU TIDAK AKAN MARAH PADAMU, JANGAN MEMBUATKU MARAH !!!”
pria itu naik darah, sehingga berbicara membentak, lalu terdengar suara seorang anak yang menangis sendu.
“siapa itu, jangan menangis kencang, nanti orang lain dengar, aku bisa dikira  mencelakakanmu”
 anak itu tertawa, terbahak-bahak, seolah menertawakan pria itu.
“ hey, kenapa kau tertawa, aku tidak sedang bercanda, PERGILAH !!!”.
Kembali pria dewasa itu membentak anak tersebut, anak kecil itu pun kembali menangis lebih kencang.
“beginilah anak Pramuka sekarang, cengeng !!!. bagaimana bisa Pramuka menjadi garda terdepan menyelamatkan NKRI, kalau generasi Pramuka kian hari kian cengeng !!!, ahh, itu hanya ada dalam hayalan kami saja, yang terpenting sekarang kami bisa makan”.
Lampu di kamar tersebut kembali temaram
“Pramuka di Ujung Senja”
keadaan menjadi senyap, sepi
“kuletakkan kacu dan baretku di atas sebuah batu, kutanggalkan seragam cokelat ini di atas sebuah ranting, kekecewaan dan harapan kini menjadi satu, meredam segala cita-cita dan angan”.
Cahaya perlahan-lahan menghilang dan hanya menyisakan sebagian pada badan pria dewasa itu.
“biar saja tubuhku ini terkulai, biar saja ususku ini terburai, biar saja kepalaku terpenggal, dagingku menghilang. Ragaku kini sudah tidak nyata lagi di dunia, namun ucapanku padamu akan selalu terngiang, ragaku kini sudah tidak nyata lagi di dunia, tetapi semasa hidupku aku bukan hanya sekedar Pembina bagimu karena aku juga sahabatmu. Biar saja !!!, aku kini sudah tidak perduli, usah lah kau teruskan perjuanganku yang sia-sia karenamu, kejar mimpimu yang nisbi itu, kejar imajinasimu yang liar itu. Agar kau merasa kau yang terhebat di antara gugusan bintang-bintang, sampai kau menyadari betapa konyolnya dirimu, BODOH !!!. aku lelah menaburkan biji-biji cinta kepadamu, aku lelah, sampai aku harus menuai apa yang seharusnya tidak aku tuai. Pramuka kini sudah di ujung senja, butuh waktu yang sangat lama untuk menaikkannya ke atas fajar, biarlah, aku sudah tidak perduli, sekarang tinggal kau nikmati kebodohanmu itu.”

Semua cahaya menghilang, meninggalkan pria dewasa yang malang dengan jutaan harapan akan melihat sinar lagi.

Naskah Monolog ini saya dedikasikan untuk, Kak Andika Wiyana yang sudah pergi meninggalkan cahaya untuk selamanya.


Dalam Kamar Sepi
25 Maret 2017

Robbi Nurhidayah

Sabtu, 25 Maret 2017

TAIK !!!

TAIK !!!

Hitam pekat

Kuning gelap

Kadang panjang kadang pendek
Kadang encer


Mencium baumu aku rindu
Mengeluarkanmu aku ragu
Menyentuhmu kutakmau
Dan menyayangimu adalah nafsu


Taik.....!!!!
Hitam pekat panjang
Kuning encer 
Senja bahagia jika bersamamu, TAIK !!!!


MENCRET.........!!!!!!!
Kenapa kau hadir lagi disaat aku sudah mencintai TAIK yang keras !!!!
Kenapa kau berselemak dikaki saat aku BERAK....!!!!!
KENAPA ??? KENAPA ???? TAIKKKKK. !!!!!!


Lebih baik kau kusiram saja, dari pada nantinya jadi pingin kumakan kau TAIK..!!!!!

Senja di Hitam Matamu

AGUSTIEN SYAHPUTRI 

Wanita yang aku kenal belum genap satu tahun, wanita yang memberiku seribu inspirasi dan wanita kedua yang mengenalkan aku pada tuhanku setelah ibuku. kisah ini berawal waktu pesta perkawinan kakak dari temanku. kisah sepi ketika senja di kebun teh. mengenalnya aku tak mampu merangkai kata-kata indah, mengenalnya aku tak bisa berbahasa, entah.
Apa mungkin seorang penyair yang bisa membacakan sejuta puisi indah dan bahkan tidak hapal lafal adzan bisa bersama dengan wanita bertuhan dan bahkan dia mampu hafal al-qur'an. ??? begitulah tanya di benakku.
walau aku mengenalnya belum genap lebih dari satu tahun, aku bisa merasa nyaman berteman dengan dia.
di hitam matanya aku melihat ada kejujuran, sebuah kebohongan yang sebenar-benarnya bohong. bukan cantikmu yang aku mau dan bukan cintamu yang aku mau, dirimu hadir membawa sejuta inspirasi.
aku pernah beranjak pergi jauh ke atas bukit di kecamatan Merek kabupaten Tanah Karo, di sana aku terus menghayal dan terus membayangkan wajahnya. penuh dengan syurgawi. 
aku belum mengenalmu. 

GADIS BERTUHAN

Oleh : Robbi Nurhidayah

Sepertinya aku tidak dapat menuliskan satu atau dua bait sajak yang indah untuk dirimu
Sifatmu yang ambigu membuatku rancu
kadang kau nyalakan api kadang kau siram api itu dengan minyak lalu kau berusaha tuk padamkannya
Entah, entah sampai kapan, mungkin sampai nanti aku bertuhan.

Senja di matamu, membuat diriku tiada berdaya
Mungkin Ws. Rendra bilang
Engkau telah menjadi racun bagi darahku, Apabila aku dalam kangen dan sepi
Itulah berarti aku tungku tanpa api ( Rendra : Kangen )

Senja di matamu, membuat diriku tiada berdaya
sampai waktu yang akan datang, puisi si binatang jalang ini menggambarkan perasaanku
Tak Sepadan
Oleh : Chairil Anwar

Aku kira :
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa ahasveros

Dikutuk disumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka
Jadi baik juga kita padami 

Unggunan api ini
karena kau tidak 'kan apa-apa
aku terpanggang tinggal rangka

Senja, ini cinta luar biasa.

MAAF, Biar kuperbaiki diriku dulu !!, Lalu kusematkan cinta di jari manismu.

Music

Cari Blog Ini

Blogger templates

Pages